
A. Perkembangan Fisik (Physical
Development)
Selama masa anak-anak awal, yakni di mulai dari rentang umur 2 tahun sampai
6 tahun, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan selama masa bayi. Perubahan fisik yang secara nyata menandai masa
kanak-kanak awal adalah pertumbuhan di dalam hal tinggi dan berat tubuh[1]. Secara
tidak kentara pada masa ini juga terjadi perubahan di dalam otak dan sistem
saraf yang penting bagi perkembangan kognisi dan bahasa anak. Meskipun selama
masa kanak-kanak pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun
ketrampilan-ketrampilan motorik kasar dan motorik halus justru berkembang
pesat.
1. Tinggi dan berat badan
Menurut Darrah, Senthilselvan, & Magill – Evans
dalam santrock mengatakan selama masa anak-anak awal, tinggi rata-rata anak
bertumbuh 2,5 inci dan berat badan bertambah antara 5 hingga 7 pon atau 2,5 kg
setiap tahunnya. ketika usia mereka bertambah, presentase peningkatan dalam
tinggi dan berat badan menurun setiap tahunnya. Selama masa ini tubuh anak
perempuan hanya sedikit lebih kecil dan ringan dibandingkan tubuk anak
laki-laki, dan perbedaan ini berlanjut hingga masa puberitas. Selama usia
prasekolah baik laki-laki maupun perempuan terlihat makin langsing, sementara
batang tubuh mereka makin panjang.[2]
Sebagian besar tubuh anak-anak bervariasi seperti
yang lebih tinggi atau lebih rendah, lebih gemuk atau lebih kurus, lebih kuat
atau lebih lemah ini terkait dengan herediter, namun pengalaman lingkungan juga
berperan. Berdasarkan hasil tinjauan terhadap tinggi dan berat badan dari anak
– anak di seluruh dunia, disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor penting yang
mempengaruhi perbedaan tinggi tubuh, yakni asal usul etnis dan nutrisi.[3]
Di perkuat oleh dr. suririnah ia menyatakan bahwasannya setiap anak
mempunyai pola pertumbuhannya sendiri. Tidak ada dua anak yang sama, karena
pertumbuhan dan perkembangan seseorang dipengaruhi banyak factor seperti
keturunan dan pola makan. Tidak masalah termasuk persentil berapakah anak anda
dalam hasil pengukuran, selama pertumbuhan anak anda secara konsisten berimbang
antara berat dan tinggi badan, berada dalam ukuran yang masih normal[4]
2. Perkembangan
otak
Salah satu perkembangan fisik terpenting di masa kanak – kanak awal adalah
perkembangan otak dan berbagai bagian lain dari sistem syaraf yang
berkelanjutan. Meskipun otak terus bertambah pada masa awal, namun tidak
sepesat pada masa bayi, perkembangan ini menghasilkan perubahan anatomi yang
berarti. Ketika usia 3 tahun, ukuran otaknya tiga per empat dari otak orang
dewasa, dan pada usia 5 tahun ukuran otaknya telah mencapai sekitar 95% otak
orang dewasa. Sehingga, otak anak berusia 5 tahun hampir menyerupai ukuran otak
anak tersebut ketika dewasa.[5] Beberapa
perubahan ukuran otak yang melibatkan peningkatan dalam koneksi dendrit sebagai
myelinasi, yaitu
suatu proses dimana sel-sel urat saraf ditutup dan disekat dengan
suatu lapisan sel-sel pada lemak. Proses ini berdampak terhadap peningkatan
kecepatan informasi yang berjalan melalui sistem urat saraf. Beberapa ahli
psiklogi perkembangan percaya bahwa myelination adalah penting dalam pematangan
sejumlah kemampuan anak.[6] Para
ilmuan telah mengungkapkan bahwa ukuran keseluruhan otak tidak menunjukkan
pertumbuhan dramatis pada anak yang berusia sekitar 3 hingga 15 tahun, namun
yang berubah secara dramatis adalah pola lokal di dalam otak. Para peneliti
telah menemukan bahwa usia 3 hingga 6 tahun, pertumbuhan yang paling cepat yang
terjadi di area lobus frontal melibatkan tindakan perencanaan dan
pengorganisasian, dan mempertahankan atensi terhadap tugas.
3. Postur
tubuh
Perbedaan dalam postur
tubuh untuk pertama kali tampak jelas dalam masa anak-anak awal. Ada yang
postur tubuh gemuk lembek atau endomorfik, ada yang kuat berotot (mesomorfik)
dan ada lagi yang relatif kurus (ektomorfik).
4. Tulang
dan otot
Tingkat pengerasan otot
bervariaasi pada bagian-bagian tubuh mengikuti hukum perkembangan arah otot
menjadi lebih besar, lebih kuat dan lebih berat, sehingga anak tampak lebih
kurus meskipun beratnya tambah.[7]
5. Perkembangan
motorik
Perkembangan fisik masa anak-anak ditandai dengan
berkembangnya ketrampilan motorik, baik
kasar maupun halus, keterampilan motorik kasar yakni seorang anak sekitar
usia 3 tahun, anak gemar melakukan gerakan – gerakan sederhana, anak sudah
dapat berjalan dengan baik, lalu anak senang berlompat setinggi + 6 inci
dan berlari ke depan dan ke belakang, semua ini dilakukan untuk sekedar
menyenangkan hati ketika melakukan aktivitas ini. Dan sekitar usia 4 tahun anak
masih menikmati berbagai aktivitas sejenis, namun kini mereka menjadi berani.
Mereka memanjat alat gymnasium yang rendah untuk memperlihatkan kemampuan atletik.
Ketika usia 5 tahun anak sudah terampil menggunakan kakinya untuk berjalan
dengan berbagai cara, seperti maju mundur, jalan cepat, dan pelan-pelan,
melompat dan berjingkrak dan sebagainyayang semuanya dilakukan dengan lebih
baik halus dan bervariasi selama itu anak usia 5 tahun juga dapat melakukan
tindakan tertentu secara akurat, seperti menangkap bola dengan baik, melukis,
menggunting, melipat kertas.
Sedangkan keterampilan motorik halus di usia anak 3
tahun, kadang-kadang anak sudah mampu memungut objek-objek yang sangat kecil
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuknya, walaupun masih canggung. Seorang
anak berusia 3 tahun secara tidak disangka dapat membangun menara yang tinggi
dengan menggunakan balok – balok. Anak meletakkan setiap balok itu dengan penuh
konsentrasi namun sering kali tidak sepenuhnya lurus. Ketika seorang anak 3
tahun bermain dengan puzzle sederhana, ia masih meletakkan potongan-potongan
itu dengan agak kasar. Bahkan ketika mereka mengenali lubang yang cocok untuk
potongan tertentu, mereka belum mampu meletakkannya secara tepat. Mereka sering
kali mencoba memaksakan meletakkan potongan itu kedalam lubang atau
mencocokkannya dengan penuh semangat.
Pendapat ini diperkuat oleh dr. Suririnah, perkembangan
motorik dibedakan menjadi dua katagori yaitu kemampuan motorik kasar dan
kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik kasar adalah kemampuan anak yang
digunakan untuk mengontrol otot-otot besar. Kemampuan ini meliputi kemampuan
untuk duduk, berjalan, berlari, menendang bola, dan sebagainya. Sedangkan
kemampuan motorik halus adalah kemampuan untuk mengontrol otot-otot kecil.
Kemampuan ini memungkinkan anak mengambil sesuatu dengan menggunakan ibu jari
dan telunjuknya dan menulis.
Sedangkan kemampuan fisik motorik 25-36 bulan adalah anak
dapat melompat jarak dekat dari posisi berdiri, berdiri sambil memijat untuk
beberapa waktu, naik-turun tangga dengan satu kaki di setiap anak tangga tanpa
bantuan, dapat berdiri dengan satu kaki dan melompat, dapat melompat keatas
dengan 2 kaki dan menyukai permainan melompat seperti main jingkat, berlari
dengan baik, dapat mengikuti musik dan berpartisipasi dengan gerakannya dengan
baik, dan mengendarai sepeda dengan kaki di pedalnya.[8]
1.
Tidur
Umumnya setiap anak memerlukan waktu tidur yang berbeda,
jadi beberapa banyak waktu tidur yang diperlukan oleh setiap anak akan
bervariasi. Ada anak yang memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan yang
lain. Para ahli merekomendasikan agar anak-anak tidur selama 11 hingga 13 jam
setiap malam (National Sleep Fondation, AS,2010). Sebagian besar anak – anak
tidur sepanjang malam dan satu kali tidur siang. Bukan hanya jumlah tidur yang
penting pada anak tapi juga tidur yang tidak terganggu, sering sekali, sulit
memerintahkan anak –anak untuk tidur ketika mereka mencoba memundurkan
rutinitas waktu tidur. Sebuah penelitaian terbaru menemukan bahwa penolakan
terhadap waktu tidur terkait dengan masalah prilaku atau hiperaktivitas pada
anak-anak (Carvalho Bos dkk, 2009).[9]
Umumnya
anak setelah berusia satu tahun membutuhkan waktu tidur sekitar 13-14 jam
sehari yang terbagi menjadi 11-12 jam tidur malam hari dan 2-3 jam tidur siang.
Waktu tidur siang ini biasanya terbagi kembali menjadi dua kali waktu tidur,
pagi dan sore hari, dengan waktu yang bervariasi antara 1 sampai 1,5 jam, namun
ada juga anak usia satu tahunnyang menunjukkan bahwa dia siap hanya tidur satu
kali di siang hari, biasanya setelah seleai makan siang dengan waktu yang lebih
panjang. Setelah usia 18 bulan, kebanyakan anak siap untuk tidur siang hanya
satu kali di sore hari sekitar 2 jam. Beberapa tandanya adalah anak tampak
aktif, gembira dan memiliki banyak energy. Di pagi hari dia suit untuk tertidur
seperti biasanya. Memasuki usia dua tahun anak masih memerlukan tidur selama
11-12 jam per hari dengan satu kali tidur selama 1-2 jam di sore hari. Memasuki
usia tiga tahun, kebutuhan tidur anak semakin berkurang secara bertahap, mereka
jarang tidur siang.
2.
Nutrisi Dan Olahraga
Nutrisi
makanan yang sehat sangat diperlukan untuk memastikan anak bertumbuh dengan
baik dan sehat. Pengetahuan dasar tentang piramida makanan bisa membantu anda
memilih makanan sehat dan tempat untuk kesehatan batita.
Memasuki
masa batita, anak mulai belajar mandiri, mencoba melakukan segala hal sendiri
termasuk tertarik untuk belajar makan sendiri, minum dari gelasnya sendiri,
menikmati cara makan bersama keluarga baik di rumah maupun diuar dan menikmati
berbagai variasi makanan. Namun pada usia ini juga kebanyakan batita mulai
menjadi rewel dan memilih makananya bahkan sulit makan. Iini normal terjad pada
batita. Yang perlu diwaspadai bila anak yang sebelumnya sangat mudah makan,
tiba-tiba menolak makan. Bisa jadi hal ini menunjukkan adanya gangguan
kesehatan, terutama bila disertai dengan gejala lainnya. Untuk itu, segeralah
berkonsultasi dengan dokter.
Kebiasaan
makan merupakan apek penting bagi perkembangan di masa kanak-kanak awal
(Schiff,2011; Wardlaw & Smith,2011) segala sesuatu yang dimakan oleh anak
mempengaruhi pertumbuhan kerangka tulang, bentuk tubuh, dan kerentanan
terhaadap penyakit. Olah raga dan aktivitas fisik pun penting dalam kehidupan
anak-anak (Lumpkin,2011). Ketika
bayi mulai memasuki usia 24 bulan, mereka mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa
mereka siap memasuki pola dan menu makan yang baru untuk memenuhi kebutuhan
mereka akan nutrisi. Tanda tersebut dapat berupa kemampuan mereka untuk makan
dengan sendirinya, tanpa di suapi. Tanda lainnya adalan keinginan untuk memilih
makanan mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka mulai menunjukkan mana makanan
yang mereka sukai atau kurang suka.
Sesuai lansiran dari laman
babycenter.com, untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan bayi yang berusia antara
2-3 tahun, ibu dapat memberikan susu rendah lemak atau bahkan susu yang tidak berlemak
sama sekali. Olahan susu lain yang dapat berikan kepada bayi adalah keju
cincang atau parut, yogurt rendah lemak, serta puding. Untuk buah, ibu dapat
memberikan buah yang masih segar atau buah kalengan.
Selain itu, ibu dapat memberikan
manisan buah kering seperti kurma, apel, atau pir. Namun, rendam dahulu buah
kering tersebut agar bayi tidak tersedak. Jangan lupa memasukkan nasi ke dalam
menu makan bayi. Ibu dapat memerikan sayur matang setelah di potong-potong.
Sebagai sumber protein, ibu dapat memilih telur, daging, ikan tanpa duri, tahu,
dan juga berbagai lauk berbahan dasar kacang-kacangan. Ibu juga dapat
memberikan jus, baik buah mapun sayur. Sehari, Ibu dapat memberikan seperempat
porsi orang dewasa. Porsi tersebut meliputi 2 cangkir susu dan hasil olahanyya.
4-5 ons nasi, 1-1,5 cangkir buah-buahan, 1,5 cangkir sayur, dan 3-4 ons
protein.[10] Olah raga adalah aktivitas fisik yang
rutin sebaiknya dilakukan sehari – hari oleh anak (Dowda dkk,2009; Jago , dkk,
2010). Rekomendasi bagi aktifitas fisik anak prasekolah adalah dua jam per
hari, terdiri dari satu jam aktivitas terstruktur dan satu jam aktiitas tidak
terstruktur (Nasional Association for Sport and Physical Education As, 2002).
Kehidupan anak –anak harus dipusatkan pada aktivitas, bukan makanan (Fahey,
insel,& Roth,2011; Graham, Holt/Hale, & Parker,2010). Berikut adalah
studi penelitian terbaru yang mempelajari olahraga dan aktivitas anak-anak.[11]
·
Observasi anak – anak prasekolah usia 3
hingga 5 tahun selama bermain diluar ruangan mengungkap bahwa anak-anak
prasekolah sebagian besar hanya bersantai bahkan ketika bermain diluar ruangan
(broen dkk, 2009). Dalam studi ini, sepanjang hari anak-anak bersantai selama
89 persen dari waktunya, melakukan aktivitas ringan 8 persen, dan melakukan
aktivitas moderat hingga bersemangat hanya 3 persen.
·
Aktivitas fisik anak – anak prasekolah
diperkuat oleh keterlibatan anggota keluarga dalam kegiatan berolahraga bersama
dan oleh persepsi orang tua bahwa anak-anak aman bermain di luar rumah (Beets
&Foley, 2008).
·
Kurikulum aktivitas fisik yang memadukan
“ bermain dan belajar” meningkatkan level aktivitas anak usia 3 hingga 5 tahun
di program prasekolah setengah –hari. (Trost, Fees, &Dzewaltowski, 2008).
B.
Perkembangan Intelektual
(Kognitif dan Bahasa)
Kognitif adalah suatu proses berpikir,yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses
Kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan intelegensi yang menandai
seseorang
dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar.[12]
1.
Teori Kognitif Piaget
Tahap
pertama perkembangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget - tahap sensorimotorik, yaitu tahap di mana
seorang bayi mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan mengoordinasikan berbagai
sensasi dan persepsi dengan gerakan dan tindakan fisik. Tahap praoperasional
(preoperational stage), yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun,
merupakan tahap kedua menurut Piaget. Dalam tahap ini, anak-anak mulai
merepresentasikan dunia dengan menggunakan kata-kata, bayangan, dan gambar.
Mereka membentuk konsep yang stabil dan mulai bernalar. Pada saat yang
bersamaan, dunia kognitif anak kecil didominasi oleh egosentrisme dan animisme.
Karena
oleh Piaget tahap ini disebut "praoperasional", maka seolah-olah
periode ini merupakan periode menunggu yang tidak penting. Hal ini tidak benar.
Meskipun demikian, label
praoperasional memberi penekanan bahwa anak belum melakukan operasi (operation), yaitu aktivitas mental yang dibalik, yang
memungkinkan anak- anak untuk membayangkan hal-hal yang dulunya hanya dapat
dilakukan secara fisik. Membayangkan operasi penambahan dan pengurangan
merupakan contoh-contoh operasi.
Pemikiran praoperasional adalah awal dari kemampuan
melakukan rekonstruksi dalam pikiran terhadap hal-hal yang telah dicapai dalam
bentuk perilaku. Tahap ini dapat dibagi ke dalam dua subtahapan: subtahapan
fungsi simbolik dan subtahapan pemikiran intuitif.
Subtahap Fungsi Simbolik Subtahap fungsi simbolik (symbolic function substage) merupakan subtahap pertama dari
pemikiran praoperasional, yang terjadi antara usia 2 hingga 4 tahun. Dalam
subtahap ini, anak kecil memperoleh kemampuan untuk membayangkan penampilan
objek yang tidak hadir secara fisik. Kemampuan ini secara cepat dapat
memperluas dunia mental anak (Carlson & Zelazo, 2008)[13].
Anak-anak kecil menggunakan coretan-coretan untuk merepresentasikan manusia,
rumah, mobil, awan, dan sebagainya; mereka mulai menggunakan bahasa dan
terlibat dalam permainan pura-pura. Meskipun di dalam sub-tahap ini anak-anak
kecil sudah membuat kemajuan yang berarti, pemikiran mereka masih terbatas; dua
bentuk keterbatasan ini adalah egosentrisme dan animisme.
2.
Teori Kognitif
Vygostky
Selanjutnya teori kognitif yang dikemukakan Vygotsky
adalah teori kognisi sosial budaya yang berfokus pada bagaimana budaya dan interaksi sosial
mengarahkan perkembangan kognitif.[14]
Vygotsky berpandangan bahwa budaya anak membentuk perkembangan kognitif anak
dengan menentukan apa dan bagaimana anak belajar tentang dunia.[15]
Konstruktivisme
sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan
dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik.Fungsi-fungsi
mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu
hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan
pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama
pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara
berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang
dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota
lain dalam kebudayaannya.
Lingkungan
sosial yang menguntungkan anak adalah orang dewasa atau anak yang lebih mampu
yang dapat memberi penjelasan tentang segala sesuatu sesuai dengan nilai kebudayaan. Sebagai
contoh, bila anak menunjuk suatu objek, orang dewasa tidak hanya menjelaskan
tentang obyek tersebut, namun juga bagaimana anak harus berperilaku terhadap
objek tersebut. Vygotsky membedakan proses mental menjadi 2, yaitu :
a.
Elementary. Masa praverbal,
yaitu selama anak belum menguasai verbal, pada saat itu anak berhubungan dengan
lingkungan menggunakan bahasa tubuh.
b.
Higher. Masa setelah anak
dapat berbicara. Pada masa ini anak akan berhubungan dengan lingkungan secara
verbal.[16]
Vigostsky
mengajukan teori yang dikenal dengan istilah Scaffolding
dan Zone of Proximal Development (ZPD) yang merupakan dimensi
sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara
tingkat perkembangan aktual dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap.[17]
Pertama,
more dependence to others stage,
yakni tahapan di mana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain
seperti teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan
lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif
dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif.
Kedua,
less dependence external assistence stage,
di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak
lain, tetapi lebih kepada self assistance,
lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.
Ketiga,
Internalization and automatization stage,
di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran
akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan
dan arahan yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap
ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas
diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang.
Keempat,
De-automatization stage, di mana
kinerja anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang
dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de-automatisation sebagai puncak dari
kinerja sesungguhnya.
3. Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi berusaha
menjelasakan perkembangan kognitif dengan menganalisis berbagai proses yang
tercakup dalam pembuatan persepsi dan penanganan informasi.[18]
Pendekatan pemrosesan informasi bukanlah teori tunggal, melainkan sebuah kerangka kerja yang memperkuat teori dan
penelitian dalam cakupan yang luas. Beberapa ahli teori pemrosesan informasi
membandingkan otak manusia dengan komputer. Citra sensoris masuk dan hasilnya
adalah perilaku. Namun, apa yang terjadi di tengah proses tersebut? Bagaimana
otak menggunakan sensasi dan persepsi, misalnya wajah yang tidak dikenal, untuk
mengenali wajah itu kembali.
Teori
pemrosesan informasi mengedepankan bahwa individu memanipulasi, memonitor dan
menyusun strategi terhadap informasi-informasi yang ditemuinya.[19] Tidak
serupa dengan teori Piaget namun serupa dengan teoru Vygotsky, teori perkembangan
informasi tidak mendeskripsikan perkembangan dalam bentuk tahapan. Melainkan,
individu secara bertahap mengembangkan kapasistas untuk memproses informasi,
sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
kompleks. Menurut Siegler & Alibali (2005) peneliti pengolahan
informasi kerap kali menggunakan diagram
diagram alir untuk memetakan langkah tepat individu memecahkan persoalan dan
menyelesaikan tugas sangat mirip seperti perencanaan yang dibuat oleh seorang
programmer agar komputer bisa menjalankan serangkaian “oprasi mental”.[20]
4. Perkembangan Bahasa
Kemampuan
verbal anak usia 25 – 36 bulan pada masa ini semakin meningkat, kata yang
dikuasai juga semakin banyak, sehingga mereka dapat terlibat lebih banyak dalam
percakapan.[21] Perkembangan
bahasa anak usia 25 – 36 bulan sangat pesat, pada usia ini anak telah mampu
menguasai dan mengerti 300 – 1000 kosa kata, akan tetapi belum dapat
menggunakannya dalam mengeluarkan percakapan secara penuh. Sejalan dengan
perkembangan kosa kata yang pesat tersebut, anak senang bermain kosa kata
dengan mengucapkan secara berulang-ulang kosa kata yang baru diketahuinya dan
mulai merangkai kalimat yang belum mengandung makna. Kesenangan anak bermain
kosa kata terletak pada ketertarikan mereka pada intnasi dan pola kosa kata,
misalnya: kucing; ngeong-ngeong, mobil; brumm brumm; motor: ngeng ngeng.[22]
C. Perkembangan
Sosial emosional (Personality and Sosial Development)
Anak umur 2 tahun biasanya suka
bermain disamping anak-anak lain, tapi tetap bermain sendiri. Hal ini dinamakan
permainan paralel. Mereka mulai merasa percaya diri, namun tetap membutuhkan
bantuan orang dewasa, terutama ketika ada konflik muncul.[23]
-
Impulsif
dan penasaran terhadap lingkungan sekitarnya. Permainan berpura-pura berkembang
secara cepat, terutama jika orag dewasa meladeninya
-
Mulai
mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata, namun sering merasa frustasi
jika tidak mampu mengekspresikan diri
-
Mereka
sulit mengontrol dan menahan emosi, hasilnya anak-anak berumur dua tahun sering
sekali merasa fristasi dan mengamuk
-
Semakin
paham berbahasa dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan emosi. Mereka juga
mulai mampu melabeli perasaan yang mereka rasakan atau mereka lihat pada orang
lain.
-
Dapat
berpakaian sendiri serta pergi ke toilet sendiri, namun masih sering butuh
bantuan, untuk menghindari mereka merasa frustasi jika gagal.
-
Mengalami
bermacam-macam perasaan baru, penuh kasih sayang dan mudah diatur disuatu saat,
namun memberontak dimenit berikutnya.
-
Mampu
menyadari serta menanggapi perasaan orang lain.
Seperti
yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya dalam pembahasan mengenai
tahap-tahap perkembangan pribadi dan sosial yang kembangkan oleh Erik Erikson
dalam teori Psikososial, yang
merupakan adaptasi dari teori-teori perkembangan Sigmund Freud.[24]
Seperti:
1.
Tahap
1 : Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (sejak lahir hingga 18 bulan)
2.
Tahap
2 : Otonomi vs Keraguan (18 bulan sampai 3 tahun)
3.
Tahap
3 : Inisiatif vs Rasa Bersalah ( 3 – 6 tahun)
4.
Tahap
4 : Kemegahan vs Inferioritas (6 hingga 12 tahun)
5.
Tahap
5 : Identitas vs Kebingungan Peran ( 12 hingga 18 tahun)
6.
Tahap
6 : Keintiman vs Keterasingan ( Dewasa Awal)
7.
Tahap
7 : Daya Regenerasi vs Penyibukan Diri (Dewasa Pertengahan)
8.
Tahap
8 : Integritas vs Keputusan (Dewasa Akhir)
Dalam
perkembangan anak dua tahap pertama diatas yaitu tahap kepercayaan vs ketidak
percayaan dan otonomi vs keraguan merupakan tugas pekrkembangan utama masa bayi.[25]
Anak dua tahun pada umumnya sudah dapat berjalan dan telah cukup banyak belajar
tentang bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Anak pada usia ini tidak
lagi sepenuhnya bergantung pada orang lain. Sebaliknya mereka berjuang untuk
meraih otonomi yaitu kemampuan untuk melakukan segalanya sendiri. Tentunya hal
ini masih perlu pengawasan ekstra dari orangtua.
a.
Perkembangan Emosi dan
Personal
Emosi merupakan perasaan atau
efek yang terjad pada diri seseorang ketika berada dalam satu kondisi atau
sedang terlibat dalam interaksi yang penting baginya, khusunya yang bekaitan
dengan kesejahteraannya.[26]
Emosi ditandai dengan perilaku yang mencerminkan rasa senang dan tidak senang
dari seseorang yang sedang berada dalam suatu kondisi.
Perkembangan emosional merupakan
proses yang terjadi secara bertahap; emosi yang rumit merupakan hasil dari yang
sederhana. Karakteritik pola reaksi emosinal seseorang mulai berkembang pada
masa bayi dan merupakan elemen dasar kepribadian.
Tanda-tanda awal emosi anak yang
pada umunya sering terlihat adalah sebagi berikut:[27]
1.
Menangis
Menangis merupakan jalan yang sangat kuat, kadang
satu-satunya bagi batita untuk mengkomunikasikan kebutuhannya.
2.
Tersenyum
dan tertawa
Dengan tertawa atau tersenyum anak merasa nyaman dn
tidak sendirian dan menunujukan perhatian.
Jenis-jenis emosi pada anak
batita:
1.
Emosi
dasar
Tanda-tanda ini merupakan respon campuran, bersifat
refleks dan merupakan respon psikologis terhadap rangsangan sensori atau proses
internal.
2.
Emosi
kesadaran diri
Pada usia 15- 24 bulan, pemahaman kognitif bahwa
mereka memiliki identitas yang dapat dikenali, terpisah dan berbeda dari dunia
luar pikiran mereka. Seperti rasa malu, empati dan iri. Mawas diri dibutuhkan
sebelum anak dapat menyadari bahwa ia menjadi pusat perhatian, mengidentifikasi
yang dirasakan oleh diri lain dan berharap mereka memiliki yang dimiliki oleh orang
lain.
3.
Empati
Kemampuan
untuk menempatkan diri sendiri diposisi oramg lain dan merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain tersebut. Kemampuan ini tumbuh ketikan memasuki usia
dua tahun. Tingkah laku ini melahirkan tingkah laku sosial.
Pada
usia 2-3 tahun perkembangan emosi anak sudah lebih kompleks. Anak sudah mampu
mengendalikan diri dan berempati terhadap orang lain. Di dukung dengan anak
sudah mulai menunjukan ketertarikan untuk bermain dengan teman seusianya.
Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Umur 2-3 Tahun:[28]
a. Secara suka rela mau untuk tidur siang atau istirahat. Anak sudah mau tidur
siang tanpa ada paksaan dari orangtua/pengasuhnya. Anak sudah mampu mengenali
ritme kegiatan sehari-hari, sehingga pada jam yang semestinya anak tidur siang,
anak langsung melakukannya dengan sukarela
b. Mulai menunjukkan kemampuan untuk mengendalikan diri
c. Anak sudah mulai mampu menahan tangis dan tawa
d. Mulai menggunakan kata-kata atau gerakan yang kompleks untuk mengungkapkan
perasaan atau keinginan
e. Bila pada anak usia 1 tahun kemampuan berbahasanya masih terbatas, maka
pada usia 2-3 tahun, kosakata yang dimiliki anak lebih banyak dan bervariasi,
sehingga anak lebih mampu mengungkapkan emosi/keinginannya dengan lebih
komplek. Dari segi perkembangan bahasa, anak sudah mampu mengucapkan satu/dua
kalimat utuh.
f. Mengungkapkan emosi melalui bermain pura-pura. Di usia ini, kemampuan anak
berimajinasi mulai berkembang. Itu sebabnya mereka sangat suka bermain
pura-pura. Bermain pura-pura biasanya akan melibatkan koleksi boneka. Melalui
boneka, anak akan menjadikannya sebagai alat pelampiasan kasih saying,
kekesalan hatinya atau kesedihan hatinya. Bila anak laki-laki bermain boneka
juga, orangtua tidak perlu buru-buru khawatir, karena secara alami anak-anak
akan tertarik pada boneka bayi atau boneka manusia. Mereka senang melihat
boneka bayi laki-laki dan boneka bayi perempuan dan ingin memilikinya. Baik
anak perempuan dan anak laki-laki akan memperoleh manfaat dari bermain boneka.
Fase ini sangat bermanfaat bagi anak, sebab dengan bermain boneka, anak akan
berlatig untuk mengembangkan sikap empati dan simpati kepada orang lain. Selain
itu mereka juga akan diperkenalkan dengan aspek khidupan sehari-hari.
g. Berintraksi dengan orang dewasa secara hangat dan positif tetapi
tidak terlalu tergantung
Pola
perkembangan emosi pada anak ini akan membentuk perkembangan kepribadian pada
anak. Perkembangan kepribadian anak merupakan karakteristik-karakteristik yang
menetap dalam diri individu.[29]
Untuk anak 2 tahun, menurut Erik Erikson (1968) mengedepankan bahwa kemandirian
merupakan hal yang penting. Dia menggambarkan tahap kedua kehidupan yaitu
otonomi vs keraguan, dibangun seiring perkembangan kemampuan mental dan
motorik. Pada tahap ini, bayi tidak
hanya mampu berjalan, namun mereka juga mampu memanjat, membuka dan metup,
mendorong dan manerik serta memegang dan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan
semua prestasi dan ingin melakukan
segala sesuatunya sendiri. Penting bagi orangtua untuk mengenali
motivasi batita dalam melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan
kemampuan mereka. Mereka dapat belajar mengendalikan otot dan dorongan-dorongan
mereka.[30]
b.
Perkembangan Sosio-Emosional
Beberapa
area utama dari perubahan aspek sosial-emosi yang berlangsung pada diri anak
adalah :
1. Pertemanan. Anak ingin disukai oleh teman-temannya. Ia ingin bisa bermain
dengan sebanyak mungkin teman. Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan
termasuk didalamnya aturan untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan
berbagai keterampilan sosial lainnya.
2. Kemandirian. Anak meningkatkan usaha agar dapat melaksanakan tugas-tugas
yang berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari. Peran ibu dan bapak sebagai
orangtua sangat penting. Anak membutuhkan kesempatan untuk berlatih mandiri
agar pekerjaannya menjadi lebih baik.
3. Moralitas. Anak mulai mengenali yang salah dan benar. Ia mulai memahami
tentang berbohong dan mengapa ia tidak boleh berbohong. Meski beberapa kali
anak masih berusaha untuk menyelamatkan dirinya dengan berbohong.
Karakteristik perkembangan sosial pada anak usia 2-3
tahun.[31]
a.
Mulai senang bergaul dengan teman
b.
Anak ingin disukai oleh teman-temannya. Ia ingin bisa
bermain dengan sebanyak mungkin teman. Anak mulai memahami bahwa fungsi
pertemanan termasuk didalamnya aturan untuk berbagi, memberi dukungan,
bergantian, dan berbagai keterampilan sosial lainnya
c.
Meniru kegiatan orang lain
d.
Anak berada dalam tahap identifikasi, menirukan
gerakan./mimik yang dilakukan oleh orang lain
e.
Menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya
f.
ini ditunjukkka dengan cara mengucapkannya, memeluk
dan mencium adik atau kakaknya.
g.
Senang menirukan lagu dan dongeng-dongeng
h.
anak senang berdendang lagu yang ia senangi dan senang
mengulang-ulang cerita yang diperdengarkan.
i.
Mulai mandiri dalam mengerjakan tugas
j.
Anak meningkatkan usaha agar dapat melaksanakan
tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari. Seperti mulai mampu
untuk buang air kecil sendiri baik.
k.
Mulai mengerti bagaimana perilaku berhubungan
konsekuensi. Sebagai contoh, ketika anak tidak diajak bermain oleh teman
sebayanya lalu anak tersebut merespon dengan cara menangis dan marah. Pada saat
bersamaan anak belajar menemukan perilaku yang mana yang diterima oleh teman
sebayanya dan perilaku mana yang tidak diterima oleh teman sebayanya
serta anak belajar menemukan dan menunjukkan berbagai bentuk emosi dirinya dan
temannya.
l.
Berbagi benda-benda dengan anak lain ketika di minta
Proses pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Hal
ini disebabkan oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
yang dapat dimodifikasi/diubah, maupun faktor yang tidak dapat diubah. Adapun
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut[32];
a. Faktor heriditer/genetik
Faktor heriditer pertumbuhan
adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap,
berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami
peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif, psikososial maupun spiritual.
Faktor genetik merupakan faktor keturunan dari orang tua kepada anaknya. Faktor
ini tidak dapat berubah sepanjang hidup manusia, dapat menentukan beberapa
karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan
fisik, dan beberapa keunikan sifat dan sikap tubuh seperti temperamen. Potensi
genetik yang berkualitas hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan yang
positif agar memperoleh hasil yang optimal.
b.
Faktor Lingkungan/eksternal
Lingkungan
merupakan faktor yang mempengaruhi individu setiap hari mulai lahir sampai
akhir hayatnya, dan sangat mempengaruhi tercapinya atau tidak potensi yang
sudah ada dalam diri manusia tersebut sesuai dengan genetiknya. Faktor
lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Lingkungan pranatal (faktor lingkungan ketika masihdalam
kandungan).
Faktor pranatal yang
berpengaruh antara lain gizi ibu pada waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau
zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas, dan anoksia embrio.
2. Lingkungan postnatal ( lingkungan setelah kelahiran )
Lingkungan postnatal dapat
di golongkan menjadi :
·
Lingkungan biologis, meliputi ras, jenis kelamin,
gizi, perawatan kesehatan, penyakit kronis, dan fungsi metabolisme.
·
Lingkungan fisik, meliputi sanitasi, cuaca, keadaan
rumah, dan radiasi.
·
Lingkungan psikososial, meliputi stimulasi, motivasi
belajar, teman sebaya, stress, sekolah, cinta kasih, interaksi anak dengan
orang tua.
·
Lingkungan keluarga dan adat istiadat, meliputi
pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, stabilitas rumah
tangga, kepribadian orang tua.
c.
Faktor Status Sosial ekonomi
Status
sosial ekonomi dapat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Anak yang lahir dan
dibesarkan dalam lingkungan status sosial yang tinggi cenderung lebih dapat
tercukupi kebutuhan gizinya dibandingkan dengan anak yang lahir dan dibesarkan
dalam status ekonomi yang rendah.
d.
Faktor nutrisi
Nutrisi
adalah salah satu komponen penting dalam menunjang kelangsungan proses tumbuh
kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti
protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan
tersebut tidak di penuhi maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat
terhambat.
e.
Faktor kesehatan
Status
kesehatan dapat berpengaruh pada pencapaian tumbuh kembang. Pada anak dengan
kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk tumbuh kembang sangat mudah. Namun
sebaliknya, apabila kondisi status kesehatan kurang baik, akan terjadi
perlambatan.
Gangguan Pada Perkembangan
Sosial Emosional Anak Usia 2-3 Tahun.[33]
1. Autisme
Autisme adalah istilah yang digunakan untuk sekumpulan gangguan
perkembangan secara neurologik dimana individu yang mengalaminya akan mengalami
gangguan pada kemampuan interaksi sosialnya dan keterampilan komunikasinya,
serta kecenderungan untuk mengulangi suatu perilaku tertentu. Terdapat berbagai
macam bentuk autisme, dari seseorang yang dapat berperilaku baik pada berbagai
keadaan, sampai seseorang yang mengalami gangguan bicara dan keterampilan
harian sederhana.
Autisme biasanya didiagnosa pada usia balita atau usia prasekolah, walaupun
ada juga yang didiagnosa pada usia yang lebih tua. Menurut laporan, sekitar 20%
anak yang mengalami autisme mengalami sesuatu yang disebut sebagai regresi,
yaitu mereka tampaknya mengalami suatu perkembangan normal tetapi kemudian kehilangan
keterampilan komunikasi dan sosial. Anak laki-laki mempunyai resiko tiga sampai
empat kali lipat untuk mengalami autisme dari pada anak perempuan. Autisme
dapat terjadi pada semua kelompok ras, etnik, dan sosial manapun. Berbagai
macam faktor yang diduga berhubungan dengan autisme antara lain faktor infeksi,
metabolisme, genetik, neurologik, dan lingkungan.
Menurut bukti-bukti ilmiah yang ada saat ini tidak ada satupun hipotesis
yang mendukung pernyataan bahwa vaksin MMR, atau kombinasinya, dapat menyebabkan
terjadinya autisme maupun bentuk autisme regresif. Pertanyaan-pertanyaan akan
adanya kemungkinan kaitan antara vaksin MMR dan autisme telah diteliti secara
luas oleh National Academy of Sciences, Institute of Medicine,
Amerika. Penelitian ini menyimpulkan berdasarkan bukti-bukti epidemiologi yang
ada saat ini bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara vaksin MMR dan
autisme.
2. Tantrum
Temper Tantrum (mengeluarkan amarah yang hebat untuk mencapai maksudnya),
suatu letupan amarah anak yang sering terjadi pada usia 2 sampai 4 tahun di
saat anak menunjukkan kemandirian dan sikap negativistiknya. Perilaku ini
seringkali disertai dengan tingkah yang akan membuat Anda semakin jengkel,
seperti menangis dengan keras, berguling-guling di lantai, menjerit, melempar
barang, memukul-mukul, menyepak-nyepak, dan sebagainya. Bahkan pada anak yang
lebih kecil, diiringi pula dengan muntah atau kencing di celana.
Mengapa Temper Tantrum ini bisa terjadi ? Hal ini disebabkan karena anak
belum mampu mengontrol emosinya dan mengungkapkan amarahnya secara tepat. Tentu
saja hal ini akan bertambah parah jika orang tua tidak mengerti apa yang sedang
terjadi pada anaknya, dan tidak bisa mengendalikan emosinya karena malu,
jengkel, dan sebagainya.
Beberapa penyebab konkrit yang membuat anak mengalami Temper Tantrum adalah
:
a.
Anak terlalu lelah, sehingga mudah kesal dan tidak
bisa mengendalikan emosinya.
b.
Anak gagal melakukan sesuatu, sehingga anak menjadi
emosi dan tidak mampu mengendalikannya. Hal ini akan semakin parah jika anak
merasakan bahwa orang tuanya selalu membandingkannya dengan orang lain, atau
orang tua memiliki tuntutan yang tinggi pada anaknya.
c.
Jika anak menginginkan sesuatu, selalu ditolak dan
dimarahi. Sementara orang tua selalu memaksa anak untuk melakukan sesuatu di
saat dia sedang asyik bermain, misalnya untuk makan. Mungkin orang tua tidak
mengira bahwa hal ini akan menjadi masalah pada si anak di kemudian hari. Si
anak akan merasa bahwa ia tidak akan mampu dan tidak berani melawan kehendak
orang tuanya, sementara dia sendiri harus selalu menuruti perintah orang
tuanya. Ini konflik yang akan merusak emosi si anak. Akibatnya emosi anak
meledak.
d.
Pada anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan
mentalnya, sering terjadi Temper Tantrum, di mana dia putus asa untuk
mengungkapkan maksudnya pada sekitarnya.
e.
Mencontoh tindakan penyaluran amarah yang salah pada
ayah atau ibunya.
3. Gangguan perilaku merusak
Perilaku yang memperlihatkan agresivitas, ketidak-patuhan, dan antisosial.
Anak suka membantah, kasar perangai, dan suka menyakiti orang lain. Pada tahap
yang lebih parah, anak suka berbohong, berkelahi, mengganggu anak yang lebih
kecil (bullying), mencuri, menghancurkan benda di sekitarnya.
4. Gangguan kecemasan atau gangguan mood
Merasa selalu sedih, tertekan, tidak dicintai, gugup, takut, kesepian.
Gangguan kecemasan dapat bermacam-macam bentuknya. Misalnya, dinakali
oleh anak yang lebih besar, merasa terpisah dari rumah atau orang tua. Contoh
gangguan kecemasan lain pada anak adalah gangguan mood (terutama kesedihan)
yang berlangsung melebihi periode normal. Anak tidak mampu lagi bergembira atau
berkonsentrasi, selalu kecapaian, melakukan aktivitas ekstrim, apatis dan
lainnya.
B.
Mengembangkan Program
Stimulasi
Pengembangan
program stimulasi sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
fisik-biomedis (asuh), kebutuhan emosi/kasih saying (asih) dan kebutuhan akan
stimulasi (asah). Stimulasi adalah perangsangan (penglihatan, bicara,
pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak.[34]
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga
dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak.
Berbagai macam stimulasi seperti stimulasi visual (penglihatan), verbal
(bicara), auditif (pendengaran), taktil (sentuhan) dapat mengoptimalkan
perkembangan anak. Dalam
melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang peru
diperhatikan yaitu:[35]
- Stimulasi
dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
- Selalu tunjukkan
sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah laku
orang-orang yang terdekat dengannya.
- Berikan stimulasi
sesuai dengan kelompok umur anak.
- Lakukan stimulasi
dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan,
tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
- Lakukan stimulasi
secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak..
- Gunakan alai
bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
- Berikan
kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
- Anak Selalu diberi pujian,
bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.
a.
Stimulasi Fisik
Motorik
Perkembangan fisik sangat
berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan
pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan
syaraf, otot dan otak[36].
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perkembangan motorik terdiri dari
motorik kasar dan motorik halus.
Perkembangan motorik merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara
keseluruhan. Beberapa tujuan stimulasi yang diberikan kepada anak dipaparkan
oleh Hurlock (1996) sebagai berikut[37].
1.
Stimulasi
perlu diberikan kepada anak untuk melatih motorik kasarnya supaya dikemudian
hari anak terampil dan tangkas dalam berbagai gerakan yang diperlukan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.
Stimulasi
perlu diberikan kepada anak agar melatih motorik halus supaya kelak anak
terampil menggunakan jari jemari dalam kehidupan sehari-harinya, khususnya
dalam kegiatan sekolah nanti seperti menulis, melipat dan menggunting
Stimulasi dapat dilakukan dengan
memberikan latihan kepada anak secara bertahap, tentunya berbeda stimulasi yang
diberikan untuk melatih motorik kasar dan motorik halus. Tetapi prosedur yang
dilakukan untuk melatih motorik kasar dan halus pada umumnya terdapat 3 langkah
yang dapat diberikan kepada anak yaitu[38]:
1.
Coba-coba,
anak melakukan dengan cara coba-coba sendiri tanpa bimbingan.
2.
Meniru,
anak mengamati suatu model, bisa orang tua, kakak, atau temannya.
3.
Pelatihan,
anak belajar dengan bimbingan orangtua/pengasuhnya, sehingga dapat meniru
dengan tepat.
Dalam memilih alat permainan yang
sesuai tentunya kita harus memperhatikan usia anak. Setiap usia memiliki
karateristik perkembangan yang berbeda-beda. Permainan yang sesuai untuk
mengembangkan motorik kasar dan halus diantaranya sebagai berikut:
Ã
Motorik
Kasar, ada beberapa permainan yang dapat diberikan untuk menstimulasi anak usia
25 – 36 bulan yaitu: 1) Mengajak anak berlari
kecil; 2) Latihan keseimbangan dengan mengajak anak berjalan di garis; 3)
Berguling di atas kasur; 4) Memanjat, naik turun tangga; 5) Menendang bola; 6)
Lompat dengan dua kakai; 7) Melempar bola; 8) Berdiri pada satu kaki; 9) Berjingkat
atau berjinjit di atas jari – jari kaki; dan 10) Bermain drum.[39]
Ã
Motorik
Halus, ada beberapa permainan yang dapat diberikan untuk menstimulasi anak usia
25 – 36 bulan yaitu[40]:
1) Permainan tebak benda; 2) merangkai
puzzle sederhana; 3) bermain lilin atau clay; 4 Menempel stiker; 5) Membalik
halaman buku satu persatu; 6) Mencorat-coret; Menggunting kertas; 7) Merobek
kertas; 8) menyusun balok dan lego; 9) Melipat kertas; 10) Membuka kado; 11)
merangkai dan 12) Bermain air.
b. Stimulasi
Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget perkembangan
kognitif usia anak 25 – 36 masuk dalam tahap pra-oprasional sub tahap fungsi
simbolik yang dicirikan anak berifikir secara simbolik, egosentris dan animisme.[41]
Pada tahap ini stimulasi dapat diberikan pada anak guna memngasah kemampuannya
yang telah mulai bisa membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara
fisik, perkembangan kognitif berkembang seiring dengan penguasaan bahasa oleh
anak.
Tujuan pemberian stimulasi pada
tahap pra oprasional sub tahap berfikir simbolik adalah mengasah kemampuan yang
memungkinkan anak-anak untuk melakukan secara mental apa yang dulunya mereka
lakukan secara fisik.[42]
Pada tahap ini anak dapat menggunakan coretan atau bahasa guna mempresentasikan
benda-benda disekitarnya walau masih dengan perspektifnya sendiri dan sulit
menerima perfektif orang lain (egosentris)
tidak jarang pula anak-anak menganggap benda-benda mati disekitarnya
memiliki kualitas dan seolah-olah hidup (animisme).
Prosedur pemberian stimulasi
untuk mengembangkan kemampuan kognitif intelektual anak pada masa pra
oprasional tahap berfikir simbolik disesuaikan dengan permainan yang anak
dilakukan anak, masing-masing permainan memiliki tahapan masing-masing tetapi
tetap memperhatikan prinsip pemberian stimulasi yaitu sesuai usia, aman, nyaman
dan menyenangkan.
Permainan yang sesuai untuk anak
usia 25 – 36 bulan menurut piaget permainan adalah permainan simbolik atau
permainan pura-pura dan permainan konstruktif.[43]
Permainan simbolik atau pura-pura adalah permainan yang melibatkan orang-orang
atau situasi khayal contohnya anak berpura-pura menjadi dokter, menjadi koki
atau penjadi polisi. Sedangkan permainan konstruktif adalah permainan yang
menggunakan benda atau material yang disediakan oleh orang tua atau
lingkungannya seperti mengelompokkan benda sesuai dengan bentuk, warna dan
ukuran, menggambar mencoret-coret menggunakan crayon dan lain sebagainya.
Seiring dengan perkembangan kognitif kemampuan bahasa anak juga dapat di
stimulasi dengan menanggapi setiap kecerewetan anak pada saat bermain, semakin
sering kita ajak anak berkomunikasi, kemampuan menyusun kata-kata menjadi
kalimat makin berkembang baik.[44]
Selain itu untuk menstimulasi perkembangan orang tua dapat menyusun ulang kata (recasting), memperluas kata, memberikan
labeling dan membacakan cerita.
c.
Stimulasi Perkembangan
Sosial Emosional
Pada usia 2 – 2,6 tahun anak
masih berteman ke dalam rumah, yakni orang-orang yang ada di lingkungan
keluarga. Meski sesekali anak mulai mengeksplorasi ke luar lingkungan keluarga,
namun jangan berharap ia berteman seperti yang diharapkan. Bila diamati, saat
si kecil main bersama anak lain sebayanya, biasanya mainnya masih sendiri atau
yang sebelumnya disebut (parallel
playing). Stimulasi yang bisa dilakukan pada masa ini adalah mengajak anak
bermain keluar dan bertemu anak sebayanya. Selanjutnya usia 2,6 – 3 tahun anak
sudah menunjukan ketertarikan pada anak-anak lain, anak belajar memahami emosi
orang lain seperti sedih, senang dan marah sebagai dasar pembentukan sikap
empati. Anak mulai mempelajari cara bergaul dari orang lain, belajar untuk
antri, belajar meminta dan berbagi serta mematuhi aturan main. Stimulasi yang
bisa diberikan adalah sering-sering mengajak anak bergaul, ajarkan anak
mengucapkan terima kasih, permisi dan minta tolong.[45]
Menurut Carolyn Meggitt terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dan orang tua untuk menstimulasi
perkembangan personal sosial sosial emosional anak usia 25 – 36 bulan
dijabarkan sebagai berikut.[46]
Ã
Anak
anak membutuhkan hubungan yang penuh kasih saying untuk membuatnya merasa
nyaman dan percaya diri.
Ã
Berbicara
mengenai perasaan, gunakan buku bergambar dan tunjukan karakter dan ekpresi
yang ada dalam cerita.
Ã
Jangan
terlalu memaksa anak untuk belajar suatu hal, berikan pujian ketika mereka
berhasi.
Ã
Memainkan
permainan yang mengajarkan anak untuk mengantri, contoh menggelindingkan bola
bersama temannya secara bergantian.
C.
Evaluasi Tumbuh
Kembang Anak
Hal yang
perlu setiap orang tua perhatikan adalah bahwa setiap anak berkembang dengan
kecepatannya sendiri-sendiri. Informasi perkembangan anak yang didapat lewat
buku atau internet dapat dijadikan pedoman saja. Beberapa hal deteksi dini yang
bisa dilakukan oleh orang tua adalah dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan KPSP (Kuisioner Pra Skrining Perkembangan).[47].
Pertama melakukan anamnesis, yaitu riwayat medis anak, orangtua kadang khawatir
dan curiga terhadap tumbuh kembang anaknya dengan melihat kondisi anak dan
dibandingkan dengan anak lain yang usianya sama dengannya.[48]
Kedua melakukan pemeriksaan fisis yaitu
pemeriksaan fisik anak seperti berat dan tinggi badan, pemeriksaan lingkar
kepala serta organ tubuh lainnya. Yang ketiga melakukan pra skrining
perkembangan, yaitu melakukan pengamatan menggunakan alat/instrumen untuk
mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.[49]
Dalam melakukan pra skrining menggunakan instumen KPSP terdapat intrumen yang
harus di isi petunjuknya (data terlampir).
[1] Jhon W. Sanrock, Life Span
Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Ke 13 Jilid I, (Jakarta: PT.
Erlangga, 2012), h. 240
[2] Ibid, h. 240
[3] Ibid, h. 241
[4] Suririnah,Buku Pintar
Mengasuh Balita, Panduan Bagi Orang Tua untuk merawat dan membimbing anak usia
1-3 tahun secara sehat dan menyenangkan,(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 93
[5] Ibid, h. 241
[8] Desmita. Loc.cit, h.,
120-121
[9] Ibid, h., 242-243
[10] http://www.vemale.com/topik/parenting-dan-bayi/34875-nutrisi-bayi-usia-24-36-bulan.html,
(Selasa 10 September 2013)
[11] Desmita. loc.cit, h. 244
[13] John W. Santrock. Loc.cit., 172
[14] Ibid. h. 29
[15]Woolkfolk, A. E. Educational Psychology. (Boston: Allyn
& Bacon, 1993)., h. 30
[16]Rita,et. all. Perkembangan Peserta
Didik, (Jogyakarta: UNY Press, 2008)., h.134
[17] Wiliam Crain. op. cit., h.
337
[18] Papalia Olds Feldman.. Human
Development. Penerjemah Brian Marswendy (Jakarta: Salemba Humanika, 2008)., h. 54
[19] John W. Suntruck. op. cit.,
h. 29
[20] Laura W. Berk. op. cit. h.,
26
[21] June R. Oberlander. Slow and
Steady Get Me Ready, Buku Pedoman Pengembangan AUD , (Jakarta: PT
Primamedia Pustaka, 2003)., h. 121
[22] Papalia Olds. loc.cit h.
242
[23] Carolyn Meggitt. Memahami
Perkembangan Anak ( Jakarta : PT Indeks, 2013)., h. 108
[24] Robert E. Slawin. Psikologi
Pendidikan Teori dan Praktek jilid 1 (Jakarta: Indeks, 2011)., h. 63
[25] John W. Santrok. Life-Span
Development. Edisi tiga belas jilid 1, terjemahan Benedictin Widyasinta
(jakarta: Erlangga)., h. 278
[26] John W. Santrok. loc.cit. h.
205
[27] Papalia Old Feldman. Human
Development. Penerjemah Brian Marswendy (Jakarta: Salemba Humanika, 2008).,
h.263
[28] Ny David. Makalah Perkembangan sosial emosi anak Usia
2-3 tahun. (http://nyriza.blogspot.com/2013/06/perkembangan-sosial-emosional-anak-usia.html)
diakses 20 april 2014
[29] John W. Santrok. loc. cit.
h. 214
[30] Ibid., 216
[31] Ny David. loc. cit (diakses
tanggal 20 April 2014)
[32] Ibid. h., 34
[33] Carolyn Meggitt. loc. cit.
hh 113-114
[34] Nia Kania, Stimulasi Tumbuh Kembang Anak Untuk Mencapai Tumbuh
Kembang Optimal, (pustaka.unpad.ac.id/wp.../stimulasi_tumbuh_kembang_anak_optimal.pdf),
diakses 16 April 2014
[35]
http:/tumbuhkembang.net/alat/bagan-stimulasi/ (diakses 21 April 2014)
[36] Mirroh Fikriyati, Perkembangan Usia Emas, (Yogyakarta: Laras Media
Prima: 2013)., h. 21
[37] Ibid. h.,22
[38] Ibid. h., 26
[39] http://informasitips.com/stimulasi-motorik-halus-anak-usia-2-3-tahun
(waktu akses 21 April 2014)
[41] John W. Santrock. Loc.cit.
h., 246
[42] Ibid., h. 248
[43] Papalia Olds Feldman. loc.cit. h., 398
[44] Mirroh Fikriyati., loc.cit.,
94-85
[45] Ibid., 110-111.
[46] Carolyn Meggitt. loc.cit.,
112.
[47] Soedjatmiko. Deteksi Dini
Gangguan Tumbuh Kembang Balita, (Jakarta: FKUI-RSCM, 2001),. h. 176
[48] http://kamuskesehatan.com/arti/anamnesis/ (diakses 21 April 2014)
[49]
http://tumbuhkembang.net/alat/kuesioner-pra-skrining-perkembangan-kpsp/
(diakses 22 April 2014)
Note: Tugas Mata Kuliah Perkembangan Anak Usia Dini
Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar